Febrie Adriansyah mengaku tak tahu soal kasus dugaan korupsi pelaksanaan lelang barang rampasan benda sita berupa satu paket saham PT Gunung Bara Utama (GBU).
Sebab, semua barang penyitaan yang dilakukan oleh penyidik Jampidsus Kejagung telah diserahkan ke pejabat Pusat Pemulihan Aset (PPA).
“Nah proses itu kalau barang penyitaan yang dilakukan oleh penyidik di Jampidsus selalu diserahkan ke PPA pengembalian aset. Sehingga kita tidak tahu proses selanjutnya,” kata Febrie kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Rabu 5 Maret 2025.
Setelah diserahkan ke PPA, Febrie menyebut pihaknya tidak lagi tahu menahu soal barang sitaan tersebut.
“Siapa yang ngitung, siapa yang ikut lelang, siapa pemenang ada di badan pemulihan aset (tidak tahu),” pungkasnya.
Sementara itu, dalam kasus ini, Koordinator KSST Ronald Loblobly mengatakan, pihaknya meyakini KPK era kepemimpinan Setyo Budiyanto dkk tidak akan tebang pilih dalam upaya pemberantasan korupsi.
"Kami optimis karena bagaimana pun juga KPK dengan komposisi kepemimpinan yang baru saya rasa cukup paripurna, leader-leader mereka saya yakin. Tinggal mereka memilah mana yang menjadi target mereka di kepemimpinan yang ada sekarang," kata Ronald kepada wartawan, Jumat, 24 Januari 2025.
Ia mengaku sudah beberapa kali bertemu dengan tim penindakan KPK membahas laporannya tersebut.
"Saya sudah berkomunikasi dan bertemu beberapa kali dengan penyidik, dan mereka sudah menerima dengan baik. Mereka akan melakukan pendalaman. Dokumen sudah saya serahkan ke KPK. Kalau dari saya (bukti) sudah pasti lengkap," ungkap Ronald.
Pada Senin, 27 Mei 2024, KSST melaporkan Jampidsus Febrie Adriansyah, hingga pejabat Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) ke KPK.
KSST merupakan koalisi gabungan dari beberapa organisasi masyarakat, seperti Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Indonesia Police Watch (IPW), dan praktisi hukum seperti Deolipa Yumara.
KSST menduga ada perbuatan rasuah dalam pelaksanaan lelang barang rampasan benda sita korupsi berupa satu paket saham PT GBU. Saham tersebut merupakan rampasan dari kasus korupsi asuransi PT Jiwasraya yang dilelang Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejagung pada 18 Juni 2023 dan dimenangkan PT Indobara Putra Mandiri (IUM).
Tindak pidana korupsi tersebut patut diduga menggunakan modus operandi markdown nilai limit lelang. Nilai pasar wajar atau fair market value 1 paket saham PT GBU pada kisaran Rp12 triliun, direndahkan menjadi Rp1,945 triliun, yang memperkaya AH, mantan narapidana kasus korupsi suap, pemilik PT MHU dan MMS Group. AH, BSS, dan YS merupakan Beneficial Owner dan/atau pemilik manfaat PT IUM sebenarnya
Sebelumnya KPK memastikan tidak ada kendala dalam mengusut laporan dugaan rasuah pelaksanaan lelang barang rampasan atau benda sitaan berupa satu paket saham PT Gunung Bara Utama (GBU).
Kemudian hasil laporkan nilai lelang aset sitaan korupsi Asuransi Jiwasraya diduga di bawah harga pasar. Aset yang dimaksud, yakni PT Gunung Batu Bara, pemilik konsesi batu bara di Sendawar, Kecamatan Barong Tongkok, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur. PT GBU disita oleh Kejaksaan Agung dari tangan Heru Hidayat.
Kejaksaan Agung mulanya melelang PT GBU pada 17 November 2022 dengan harga yang ditawarkan Rp 3,4 triliun, sesuai taksiran kantor jasa penilai publik Pung’s Zulkarnain dan Rekan. Namun, saat itu Kejaksaan Agung hanya berhasil menjual aset PT GBU senilai Rp 9 miliar.
Kejaksaan Agung lalu menggandeng Kementerian Keuangan dan Kementerian ESDM. Dua Kementerian ini merekomendasikan dilakukan lelang ulang.
Harga saham PT GBU dikaji kembali oleh kantor jasa penilai publik Tri Santi & Rekan pada 3 April 2023. Mereka menaksir harga saham PT GBU hanya Rp 1,94 trilun.1q
Berangkat dari kajian itu, Kejaksaan Agung kembali melelang PT GBU pada 6 Juni 2023 dan hasilnya dimenangkan oleh PT Indobara Utama Mandiri (IUM) yang saat itu menjadi satu-satunya peserta. PT IUM diduga terhubung dengan Andrew Hidayat, eks terpidana perkara suap izin tambang di Kalimantan Selatan pada 2015.
Posting Komentar