Dalam sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan saksi ini bernama Lim Melina. Dia salah satu pemilik toko perhiasan di Surabaya.
Dimuka persidangan Lim Melina menyesal karena telah mengenalkan terdakwa Budi Said dengan seorang broker bernama Eksi Anggarini.
Pasalnya, Budi Said sempat marah–marah kepadanya karena merasa jadi korban tipu daya Eksi dalam perkara jual beli emas Antam pada tahun 2018 lalu.
“Saya ini sudah jatuh tertimpa tangga, tertabrak truk tronton pula yang mulia,” ucap Lim Melina berkisah di persidangan pada saat menjelaskan nasib yang dialaminya kepada majelis hakim di Pengadilan Tipikor pada Selasa (22/10/2024) malam
Menurut Lim Melina, dirinya mengira bahwa Eksi Anggarini merupakan pegawai Antam, butik Surabaya 01, karena dia selalu berada di ruangan back office. Sehingga ketika Eksi curhat soal target dan butuh uang saksi lantas mengenalkannya kepada Budi Said.
Selanjutnya, terjadi komunikasi jual beli emas, dimana Eksi memberikan penawaran harga yang lebih murah daripada harga di pasaran.
Selaku makelar, Lim Melina juga mendapatkan sukses fee senilai total Rp 2,2 miliar, atas 10 transaksi emas 200-300 kilo selama Januari hingga Maret 2018.
Namun, belakangan Lim Melina mengaku kaget dan merasa dikelabui oleh Eksi, gegara bertransaksi langsung dengan Budi Said terus berlanjut hingga Desember 2018.
“Kalau berurusan dengan saya cuma sejak Januari sampai Maret 2018 saja Pak Hakim. Kesananya saya sudah tidak tahu,” ungkap Melina.
Bahkan saksi juga menegaskan kewajiban Budi Said kepada PT Antam Tbk sudah lunas seluruhnya.
” Setahu saya, PT Antam juga sudah mengakui tidak ada kerugian lima perak pun melalui faktur pembayaran,” imbuh Melina.
Namun disisi lain, saksi mengaku kecewa dengan sikap penyidik kejaksaan atas penanganan perkara ini. Karena dia pun terkena getahnya, sehingga semua dagangan di toko perhiasannya disita oleh kejaksaan hingga perkaranya selesai.
“Waktu itu mereka (penyidik kejaksaan – red) bilang, nanti saja dibuktikan di pengadilan,” ujar Liem Melina saat mengajukan permohonan pembebasan toko perhiasannya kepada majelis hakim.
Sementara itu saksi lain yakni, Resinta Ika Dewi Agustina – Customer Service BELM Surabaya 01 PT Antam mengaku mengenal Eksi sejak 2017 ketika transaksi melalui customer service dengan sistem Reference. Emas ditransaksikan sesuai stok yang ada di butik.
“Customer sejak September 2017. Dia datang sebagai pembeli sebagai customer,” kata Resinta.
Menurutnya, ketika kepala butik dijabat Endang Kumoro, Eksi tidak pernah melakukan transaksi melalui customer service, tapi langsung ke back office dengan Misdianto dengan pola transaksi Penawaran Harga (PH). Barang diserahkan beberapa hari setelah pembayaran, dan biasanya transaksi dalam jumlah besar.
“Soal Eksi berada di ruang dalam, dia selalu masuk ruang meeting dekat ruangan endang Kumoro,” tandasnya.
Sebelumnya jaksa penuntut umum (JPU), mendakwa Budi Said dengan melakukan korupsi, yakni menerima selisih lebih emas Antam sebesar 58,13 kilogram atau senilai Rp35,07 miliar, yang tidak sesuai dengan faktur penjualan emas dan tidak ada pembayarannya kepada Antam sehingga merugikan keuangan negara sebesar Rp1,07 triliun.
Selain itu, terdapat kewajiban kekurangan serah emas Antam dari Antam kepada terdakwa Budi Said sebanyak 1.136 kilogram berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor 1666 K/Pdt/2022 tanggal 29 Juni 2022.
Tak hanya didakwa melakukan korupsi, Budi Said juga diduga melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari hasil korupsinya, antara lain dengan menyamarkan transaksi penjualan emas Antam hingga menempatkannya sebagai modal pada CV Bahari Sentosa Alam.
Atas perbuatannya, Budi Said didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Selain itu, Budi Said juga terancam pidana sesuai dengan Pasal 3 atau Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). (RL)
Posting Komentar