Acara tersebut digelar di Aula Ali Sahid, Gedung Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung, Selasa, 9 Juli 2024.
Dalam agenda tersebut, Rudi mengungkap beberapa hal terkait penanganan perkara narkotika di Tanah Air berdasar hasil penelitian yang dilakukan.
Diketahui bahwa Jaksa Agung sebelumnya telah memberlakukan Pedoman Nomor 11 Tahun 2021 tentang Penanganan Perkara Tindak Pidana Narkotika dan/atau Tindak Pidana Prekursor Narkotika (PED 11/2021).
Dalam waktu kurang lebih 1 tahun 5 bulan setelah dicabut oleh Jaksa Agung Republik Indonesia melalui Surat Edaran Nomor B228/A/Ejp/12/2022 pada tanggal 28 Desember 2022 dan Pedoman Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika melalui Rehabilitasi dengan Pendekatan Keadilan Restoratif sebagai Pelaksanaan Asas Dominus Litis Jaksa (PED 18/2021).
Lantas, sebagai tindak lanjut,Indonesia Judicial Research Society atau IJRS bekerja sama dengan Kejaksaan RI dan didukung oleh Australia-Indonesia Partnership for Justice 2 atau AIPJ2 lewat The Asia Foundation atau TAF, penelitian terkait Asesmen Penerapan Pedoman Kejaksaan terkait Penanganan Perkara Narkotika (Pedoman 11/2021 dan Pedoman 18/2021) oleh Kejaksaan di Wilayah Hukum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta telah selesai.
Diketahui penelitian tersebut dimaksudkan untuk tingkat penerapan penggunaan PED 11/2021 dan PED 18/2021 di wilayah kerja DKI Jakarta .
Selain itu, penelitian juga dilakukan untuk mengidentifikasi kendala dan masukan terkait pelaksanaan PED 11/2021 dan PED 18/2021.
Harapannya, agar memberi masukan terhadap penyusunan kebijakan yang berbasis bukti (evidence-based policy).
Atas dasar penelitian itu, Diseminasi Diseminasi Hasil Penelitian Asesmen Penerapan Pedoman Kejaksaan terkait Penanganan Perkara Narkotika dilaksanakan oleh IJRS bersama Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI.
Dalam paparannya, Kepala Kejati DKI Jakarta, Rudi Margono merespons terkait perbedaan penerapan hukum atau tuntutan pidana pada perkara narkotika.
“Pada prinsipnya, perbedaan tuntutan pada setiap perkara apapun, diperbolehkan asal terdapat alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Karena hampir tidak ada satu perkara yang memiliki karakteristik yang sama secara keseluruhan," ujarnya Senin, 9 Juli 2024.
"Misal, dalam penyertaan sekalipun, walaupun perbuatannya sama, berat narkotikanya sama, jenisnya narkotikanya sama, tetapi ketika kita pertimbangkan karakteristik personal terdakwa, tentu dapat ditemukan perbedaan," tegasnya. (Rolis)
Posting Komentar